Monday, May 12, 2008

Etika dan Profesi Pustakawan

1
1
I.Etika dan Profesi Pustakawan
A. Pengertian
Etika dan etiket nampaknya sama, namun sebenarnya terdapat perbedaan
yang nyata. Etiket berasal dari kata “etiquette” (bahasa Perancis) yang berarti
label atau tanda pengenal seperti pada etiket buku atau label pada barang.
Kemudian pengertian ini berkembang menjadi semacam persetujuan bersama
untuk menilai sopan tidaknya seseorang dalam (satu jenis) pergaulan.
Dengan pengertian ini maka dalam pergaulan hidup dapat diketahui
bahwa:
1. Etiket itu merupakan sikap yang terkandung nilai sopan santun dalam
pergaulan;
2. Etiket itu semacam pakaian terbatas yang hanya dipakai pada keadaan dan
situasi tertentu.
Oleh karena itu, etiket banyak jenisnya seperti etiket bertamu, etiket
menerima tamu, etiket menelpon, dan lainnya. Disamping itu mengingat etiket itu
mengandung sopan santun dan sebagai salah satu ajaran, maka etiket menjadi
bagian dari ajaran etika terutama etika sosial.
Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan nilai dan norma moral
yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Nilai adalah standar/ukuran
yang telah disepakati masyarakat tertentu tentang suatu perilaku. Norma
memberikan pedoman bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara baik dan
tepat sekaligus menjadi dasar penilaian baik buruknya suatu tindakan apakah
2
sesuai etika yang berlaku atau tidak. Dalam perkembangannnya, norma dapat
dibagi menjadi norma khusus dan norma umum.
Norma khusus adalah aturan yang berlaku dalam bidang maupun aktivitas
tertentu misalnya aturan bermain, aturan kunjungan pada pasien di rumah sakit,
aturan mengikuti kuliah, dan lainnya. Norma umum lebih bersifat umum dan
universal yang dapat dibagi menjadi; norma sopan santun/etiket, norma hukum,
dan norma moral.
1. Norma sopan santun, yakni norma yang mengatur pola perilaku dan sikap
lahiriah seperti makan, minum, tata cara bertamu, menerima tamu, memberi
sambutan, dan lainnya.
2. Norma hukum, yakni norma yang dituntut masyarakat secara tegas demi
keselamatan, ketenteraman, dan kesejahteraan masyarakat. Norma hukum
ini ada yang tertulis seperti yang tertulis pada KUHP, tetapi ada juga yang
tidak tertulis seperti hukum sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini apabila
seseorang tidak mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat,
maka masyarakatlah yang akan memberikan sanksi maupun hukuman.
Pelanggaran norma hukum dalam masyarakat itu antara lain tidak pernah
ta’ziyah, tidak pernah kerja bakti, tidak pernah datang apabila diundang
kenduri, dan lainnya.
3. Norma moral, yakni aturan yang berkaitan dengan sikap dan perilaku
manusia sebagai manusia biasa tidak ada hubungannya dengan jabatan dan
karir. Dalam hal ini dapat ditentukan baik buruknya seseorang dalam
kapasitasnya sebagai manusia.
3
Penilaian moral ini ditujukan pada bagaimana seorang karier menjalankan
tugasnya dengan baik sebagai manusia. Dalam hal ini ditekankan pada sikap
mereka dalam menghadapi tugas, dalam menghargai kehidupan manusia, dan
dalam menghadapi dirinya sebagai manusia ketika menjalankan profesinya.
Etika akan menuntun seseorang untuk bertindak dengan tepat sesuai norma
yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat maupun profesi tertentu. Dengan
demikian etika masyarakat atau etika profesi satu dengan yang lain berbeda.
B. Macam-macam
Pada dasarnya, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus:
1. Etika Umum
Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar
bagaimana manusia itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan
pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian
baik buruknya suatu tindakan.
2. Etika Khusus
Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan
lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan
lainnya). Kemudian etika khusus ini dibagi lagi menjadi etika individual dan etika
sosial.
a. Etika Individual
Etika individual ini adalah etika yang berkaitan dengan kewajiban dan
sikap manusia terhadap dirinya sendiri, misalnya:
1). Memelihara kesehatan dan kesucian lahiriah dan batiniah;
4
2). Memelihara kerapian diri, kamar, tempat tingggal, dan lainnya;
3). Berlaku tenang;
4). Meningkatkan ilmu pengetahuan;
5). Membina kedisiplinan , dan lainnya.
Disamping itu dalam hubungannya denga Allah SWT, manusia memiliki
beberapa kewajiban antara lain:
1). Beriman;
2). Taat;
3). Ikhlas;
4). Tawadhu’ dan khusuk;
5). Berdo’a dan berpengharapan/optimis;
6). Baik sangka;
7). Tawakal;
8). Bersyukur;
9). Qana’ah;
10). Malu/alhaya’u;
11). Bertobat, istighfar
b. Etika Sosial
Etika sosial adalah etika yang membahas tentang kewajiban, sikap, dan
pola perilaku manusia sebagai anggota masyarakat pada umumnya. Dalam hal ini
menyangkut hubungan manusia dengan manusia, baik secara individu maupun
dalam kelembagaan (organisasi, profesi, keluarga, negara, dan lainnya).
5
Skema pembagian etika
Etika umum
Etika etika
individual
Etika khusus
Etika
Dg.sesama bisnis
Etika keluarga hukum
Etika
Sosial etika profesi kedokteran
Etika politik wartawan
Etika lingkungan pustakawan
Hidup
Guru
========================
L.24602.05
6
II. Etika Profesi Pustakawan
A. Pengertian
Ilmu pengetahuan semakin berkembang seirama perkembangan intelektual
dan kultur manusia. Pengembangan itu akan melahirkan spesifikasi dan
spesialisasi baru, disamping juga akan terjadi pergeseran nilai bahkan konflik
sains dan konflik sosial. Konflik ini bukan saja antarbidang tetapi dapat terjadi
interbidang itu sendiri.
Untuk mengantisipasi konflik dan mengarahkan perkembangan bidang,
maka lahirlah etika profesi yang kadang disebut dengan kode etik. Dari sinilah
lahir kode etik wartawan, kode etik dokter, kode etik hakim, dan lainnya. Adapun
kode etik pustakawan di Indonesia disebut Kode Etik Pustakawan Indonesia yang
terdiri dari 6 bab.
Profesi bukan sekedar pekerjaan/vacation, akan tetapi suatu pekerjaan
yang memerlukan keahlian/expertise, tanggung jawab/responsibility, dan
kesejawatan/corporateness. Profesi informasi (termasuk pustakawan)
memerlukan variable-variabel, pengembangan pengetahuan, penyediaan
sarana/insititusi, asosiasi, dan pengakuan oleh khalayak.
Profesi pustakawan pada jaman Mesir Kuno telah diakui dan memiliki
kedudukan tinggi dalam pemerintahan dan mereka telah berpengalaman tinggi
dan ahli bahasa. Profesi pustakawan di Indonesia secara resmi diakui berdasarkan
SK MENPAN No. 18/MENPAN/1988 dan diperbaharui dengan SK MENPAN
No. 33/MENPAN/1990, yang kemudian diperkuat dengan keputusan-keputusan
7
lain yang berkaitan dengan kewajiban dan hak sebagai profesi dan fungsional
pustakawan.
Pengembangan suatu profesi dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya,
ilmu dan teknologi yang dapat dibagi dalam 10 indikator yakni:
1. Tingkat kebutuhan masyarakat;
2. Standar keahlian;
3. Selektivitas keanggotaan;
4. Kemauan untuk berkembang;
5. Hubungan profesi dan ilmu pengetahuan;
6. Institusi;
7. Tingkat pendidikan;
8. Kode etik;
9. Pengamalan ilmu pengetahuan
10. Organisasi profesi
Profesi pustakawan pada mulanya menimbulkan pro dan kontra, sebab
untuk menentukan suatu bidang itu termasuk profesi atau bukan perlu ditetapkan
kriteria-kriteria tertentu yakni:
1. Memiliki Pola Pendidikan Tingkat Akademik
Pendidikan profesi tidak cukup hanya dengan penataran, tetapi perlu
adanya pendidikan tingkat perguruan tinggi, baik tingkat Diploma, Strata 1,
Strata 2, maupun Strata 3. Kini telah banyak perguruan tinggi yang membuka
jurusan/program studi perpustakan antara lain di UGM, IAIN Sunan Kalijaga, UI,
UNPAD, UNAIR, UNS, YARSI, dan lainnya.
8
2. Berorientasi pada jasa
Profesi pustakawan bergerak di bidang ilmu pengetahuan dan informasi
untuk meningkatkan kehidupan intelektual masyarakat pada umumnya. Oleh
karena itu profesi ini pada mulanya bergerak dalam bidang sosial dan dalam
perkembangannya sangat mungkin menuju pada orientasi keuntungan dalam
batas-batas tertentu.
3. Tingkat Kemandirian
Tugas-tugas profesi pustakawn tidak harus dikerjakan di kantor atau
tergantung pihak lain (atasan, pemakai, dan lainnya). Pustakawan dapat
mengerjakan tugas-tugas kepustakawanan itu secara mandiri di manapun (apabila
mau) misalnya menulis artikel, menulis buku, menyusun abstrak, membuat
terjemahan, meresensi, menyampaikan makalah, maupun melakukan penyuluhan.
4. Memiliki Kode Etik
Kode etik ini disusun untuk mengembangkan dan mengarahkan
perkembangan profesi. Apabila seorang profesional melanggar kode etik, maka
dia akan ditegur, diperingaktkan, bahkan mungkin diberi sanksi oleh organisasi
profesinya. (dalam hal ini IPI). Ikatan Pustakawn Indonesia telah memiliki kode
etik yang dikenal dengan Kode Etik Pustakawan Indonesia.
5. Memiliki Batang Tubuh Ilmu Pengetahuan/Body of Knowledge
Ilmu perpustakaan telah berkembang dan selalu berkembang yang dalam
perkembangannnya akan melahirkan cabang dan ranting dari pohon ilmu
perpustakan dan informasi. Cabang dan ranting itu telah dipelajari di berbagai
penataran, magang, dan pendidikan formal perpustakaan, misalnya: katalogisasi,
klasifikasi, sirkulasi, pendidikan pemakai, dan lainnya.
9
6. Memiliki organisasi keahlian
Organisasi ini berfungsi merupakan media/alat untuk mengembangkan
bidang, memajukan kualitas, mengusahakan kesejahteraan anggota, dan
mengarahkan profesionalisme anggota. Bahkan organisasi inilah yang
menetapkan kode etik profesi dan melaksanakan sanksi atas pelanggaran etika
itu.
Di Inggris lahir organisasi pustakawan dengan nama Library
Association/LA yang memiliki kewenangan kualifikasi pustakawan. Organisasi
ini lahir tahun 1877 dan kini bermarkas di London dan pada tahun 1898
memperoleh Royal Charter dari Pemerintah Inggris. Pada mulanya organisasi ini
memiliki sedikit anggota, tetapi dari tahun ke tahun semakin bertambah sehingga
menjadi sekitar 35.000 anggota pada tahun 1988. Library Association ini
menyelenggarakan penataran, magang, kursus penyegar, pendidikan dan
menerbitkan direktori pustakawan yang disebut chartered librarians. Pada
umumya intansi/lembaga di Inggris apabila ingin menerima tenaga pustakawan,
lebih dulu menanyakannya ke chartered librarians tersebut apakah yang
bersangkutan telah tercatat sebagai anggota atau belum. Organisasi ini juga
menerbitkan Library and Information Science Abstracts/LISA, Library
Association Record, dan Journal of Librarianship.
Di Amerika juga terdapat organisasi serupa bernama American Library
Association/ALA yang merupakan organisasi pustakawan tertua di dunia.
Organisasi ini berdiri tanggal 6 Oktober 1876 di Philadelphia, dibentuk melalui
kongres pustakawan yang dihadiri oleh Kossuth Melvil Dewey seorang penemu
sistem klasifikasi persepuluhan. Organisasi profesi ini memiliki 3 (tiga) divisi
10
yakni Chidren’s Service Division, Library Administration Division, dan Young
Adult Service Division. Divisi=divisi ini bertugas untuk melaksanakan program
ALA, menyusun pedoman berbagai bidang kegiatan (katalogisasi, klasifikasi, jasa
rujukan, dan lainnya), menyelenggarakan pendidikan, penataran, dan pertemuan
ilmiah. Disamping itu dengan Acreditation Committee, ALA sangat berperan
dalam proses pendidikan pustakawan di Amerika.
American Libraies (terbit 11 kali/tahun) merupakan salah satu publikasi
ALA disamping juga menerbitkan buku-buku dan laporan-laporan. Beberapa
kemajuan yang dicapai ALA antara lain:
a. Meningkatnya perhatian masyarakat pada perpustakaan
b. Gaji pustakawan yang memadai
c. Penetapan standar yang tinggi pada pendidikan pustakawan dan jsa
perpustakaan
d. Peningkatan sumbangan donatur dan industri dalam pengembangan
perpustakaan
e. Peningkatan usaha untuk membantu negara lain dalam perencanaan jasa
perpustakaan.
Kecuali ALA, di Amerika juga ada organisasi perpustakaan menurut
negara-negara bagian misalnya; Ohio Library Association, South East Regional
Library Association, Music Library Association, Special Library
Association/SLA, maupun Association of College and Research Libraries.
Indonesia
Di Indonesia juga terdapat organisasi profesi pustakawan bernama Ikatan
Pustakawan Indonesia/IPI (baca IPEI) yang dibentuk di Ciawi Bogor dalam
11
Kongres Pustakawan se Indonesia pada tanggal 5 – 7 Juli 1973. Namun demikian
sebelum organisasi ini dibentuk, di Indonesia telah berdiri beberapa organisasi
perpustakaan maupun pustakawan, baik jaman Belanda, menjelang kemerdekaan,
atau sebelum terjadinya kongres tersebut
1. Masa Hindia Belanda
Pada tahun 1912 ada seorang guru pustakawan di HBS Koning Wilhelm II
Jakarta (dulu Batavia) bernama Dr. H.J. Van Lammel mempunyai ide tentang
betapa pentingnya organisasi untuk para pustakawan. Kemudian pada tahun 1916
terbentuklah organisasi Perhimpunan Untuk Memajukan Ilmu Perpustakaan/
Vereniging tot Bevordering van het Bibliothekwenzen yang bertujuan:
a. Memajukan berdirinya perpustakaan baru dan membentuk perpustakaan
rakyat yang telah ada
b. Memajukan usaha sentralisasi perpustakaan;
c. Mengusahakan peminjaman antarperpustakaan di Hindia
Belanda/Indonesia
d. Memajukan lalulintas pertukaran dan peminjaman bahan pustaka di dunia
internasional;
e. Mengumpulkan dan memajukan sumber referensi dan tugas rujukan
f. Mendirikan biro penerangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
dokumentasi;
g. Mendirikan gedung untuk perpustakaan umum;
h. Usaha lain untuk tercapainya tujuan tersebut.
Adapun keanggotaannya mula-mula terbatas di Batavia lalu menyebar ke
Medan, Surabaya, Tegal, Semarang, Bogor, Bandung, Bondowoso, dan Salatiga.
12
Saat itu tercatat 62 orang anggota dan terbanyak dari perpustakaan khusus.
Sampai dengan tahun 1920 organisasi ini tidak terdengar kegiatannya dan sejak
itu pula sampai pendudukan Jepang praktis tidak ada organisasi pustakawan.
2. Masa 1945 - 1973
a. Sejak Indonesia merdeka mulai tumbuh kesadaran untuk mendirikan
perpustakaan dan perlunya wadah untuk mengembangkan ilmu perpustakaan
dan mengembangkan kerjasama antarperpustakaan.
b. Pada tahun 1949 berdirilah organisasi pustakawan bernama Vereniging van
Bibliotheca Resen van Indonesie di Jakarta dengan tujuan untuk
mengembangkan ilmu perpustakaan dan kerjasama antarperpustakaan serta
penyusunan pedoman kerja. Kegiatan tersebut terhenti pada masa
menjelang tahun 1950.
c. Pada tahun 1953 di Jakarta berdiri Asosiasi Perpustakaan Indonesia/API .
Pada waktu itu juga di Yogyakarta dan Bogor berdiri organisasi
Perkumpulan Ahli Perpustakaan yang bersifat lokal.
d. Pada tanggal 25 – 27 Maret 1954 di Jakarta berlangsung Konferensi
Perpustakaan Seluruh Indonesia atas anjuran Departemen Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan (saat itu) dan akhirnya melahirkan beberapa
keputusan antara lain:
1) Mendorong berdirinya Perkumpulan Ahli Perpustakaan Seluruh
Indonesia
2) Perlu adanya pendidikan ahli perpustakaan
3) Perlu adanya Dewan Perpustakaan Nasional
4) Mendirikan perpustakaan umum;
13
5) Perlu adanya kerjasama antarperpustakaan di Indonesia
Pada tanggal 27 Maret 1954 di Jakarta berdirilah Perhimpunan Ahli
Perpustakaan Seluruh Indonesia/PAPSI dengan tujuan:
1). Mempertinggi pengetahuan dan ilmu perpustakaan;
2). Menanamkan rasa cinta terhadap perpustakaan dan buku kepada umum
(Pasal 2 Anggaran Dasar PAPSI).
Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi Asosiasi Perpustakaan
Indonesia/API bergabung dengan PAPSI. Kemudian pada kongres PAPSI bulan
April 1956 diputuskan untuk diperluas dan nama organisasi menjadi Perhimpunan
Ahli Perpustakaan Arsip, dan Dokumentasi/PAPADI. Kongres PAPADI pertama
berlangsung di Jakarta pada tanggal 19 – 22 Oktober 1957.Kemudian pada
pertemuan antar anggota di Jakarta pada tanggal 12 Juli 1962, organisasi ini
berubah menjadi Asosiasi Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi/APADI. Karena
keadaan ekonomi dan politik kurang mendukung saat itu, maka kegiatan APADI
tidak nampak.
e. Pada tanggal 5 Desember 1969 di Jakarta terbentuk Himpunan Pustakawan
Khusus Indonesia/HPCI dengan tujuan:
1). Membina perkembangan perpustakaan khusus di Indonesia
2). Memupuk hubungan antar anggota
(Pasal 2 Anggaran Dasar HPCI).
3. Masa 1973 – sekarang
Pada perkembangan selanjutnya terjadilah suatu pertemuan yang
melahirkan Ikatan Pustakawan Indonesia/IPI . Pada tanggal 21 Januari 1973 .
14
c. Pengertian Pustakawan
Profesi pustakawan pada jaman Mesir kuno telah diakui dan memiliki
kedudukan tinggi dalam pemerintahan dan mereka telah berpengetahuan tinggi
serta ahli bahasa. Profesi pustakawan Indonesia diakui Pemerintah berdasarkan
SK MENPAN No. 18/MENPAN/1988 dan diperbaharui melalui SK MENPAN
No. 33/MENPAN/98. Dalam perkembangan selanjutnya keluar Keputusan
Presiden RI (saat itu Prof. Dr. B.J. Habibie) No. 87 Tahun 1999 tentang Rumpun
Jabatan fungsional.
Pengertian pustakawan di Indonesia ada beberapa versi antara lain;
1.Versi IPI DIY
Pengertian pustakawan menurut hasil Lokakarya IPI DIY tanggal 5 Juli
1989 adalah seorang yang memiliki keahlian dan ketrampilan di bidang ilmu
pengetahuan, dokumentasi dan informasi yang diperoleh melalui pendidikan
formal maupun non formal dan memiliki sikap pengembangan diri, mau
menerima dan melaksanakan hal-hal baru dengan jalan memberikan pelayanan
profesional kepada masyarakat dalam rangka melaksanakan UUD 45 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu pustakawan harus
memiliki komitmen untuk:
a. Mengembangkan diri dalam bidang perpustakaan, dokumentasi,
dan informasi
b. Memanfaatkan hal-hal yang baru untuk pengembangan profesi
c. Bersikap eksperimen dan inovatif
15
d. Memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa membedakan
agama, ras, golongan maupun aliran politik
e. Mematuhi kode etik pustakawan
(Lokakarya IPI DIY di Univ. Kristen Dutawacana tanggal 5 Juli 1989).
2. Versi SK Kepala Perpustakaan Nasional RI No. 72 Tahun 1999 tentang
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Dal;am
keputusan ini disebutkan bahwa pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit
perpustakaan , dokumentasi, dan informasi pemerintah dan atau unit tertentu
lainnya.
Pengertian ini memang terbatas pada Pegawai Negeri Sipil karena dibalik
surat keputusan itu terdapat konsekuensi material yang menjadi beban dan
tanggung jawab Pemerintah. Disamping itu akan mudah jalur pembinaannya
karena adanya ikatan struktur.
Dalam keputusan itupun disebutkan pula bahwa berdasarkan jenjang
pendidikan yang dimiliki, maka pustakawan itu dibagi menjadi dua jenjang yakni
Asisten Pustakawan dan Pustakawan. Asisten Pustakawan adalah Pustakawan
yang dasar pendidikan untuk pengangkatannya pertama kali serendah-rendahnya
Diploma II Perpustakan, dokumentasi dan Informasi atau Diploma II bidang lain
yang disetarakan. Adapun Pustakawan adalah Pustakawan yang dasar pendidikan
untuk pengangkatannya pertama kali serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan,
Dokumentasi, dan Informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan.
16
Pembatasan minimal pendidikan yang harus dimiliki oleh seorang
profesional merupakan indikator bahwa dalam melaksanakan tugas-tugas
kepustakawan harus didasarkan ilmu pengetahuan dengan standar akademis. Hal
ini merupakan tuntutan logis agar mereka bertanggung jawab atas tugasnya sesuai
ilmu pengetahuan yang dimilikinya melalui pendidikan professional (Diploma)
maupun pendidikan akademik (Sarjana).
Disamping itu dengan adanya standrisasi pendidikan ini diharapkan
mereka itu memahami masalah-masalah kepustakawanan, yakni menguasai ilmu
dan profesi di bidang pembinaan, pengembangan dan penyelenggaraan
perpustakaan, dokumentasi, dan informasi.
Kemudian tentang kemudahan yang tersirat pada surat keputusan tersebut
yakni bagi pemegang ijazah Diploma atau Sarjana bidang lain dapat diangkat
sebagai pustakawan asal mengikuti pendidikan Pusdokinfi dalam waktu tertentu
kiranya perlu ditinjau kembali. Sebab bagaimnapun juga kepemilikan
pengetahuan dalam waktu singkat (penataran, magang, dan lainnya) akan berbeda
kalau mereka mengikuti pendidikan formal.
Mereka yang diangkat sebagai jabatan fungsional pustakawan itu harus
mampu melaksanakan pekerjaan kepustakawanan. Pekerjaan inilah yang harus
dikerjakan oleh setiap pustakawan dalam kapasitasnya sebagai profesional dan
fungsional dan ini merupakan tugas pokok mereka. Adapun tugas-tugas
kepustakawanan itu meliputi:
a. Pengadaan bahan pustaka
b. Pengolahan dan pengelolaan sumber informasi
17
c. Pendayagunaan dan pemasyarakatan informasi (karya cetak, karya rekam,
dan multi media)
d. Pengkajian untuk pengembangan perpustakaan, dokumentasi, dan
informasi.
e. Pengembangan profesi
3. Versi Ikatan Pustakawan Indonesia (AD & ART IPI)
Dalam kode etik Pustakawan Bab I disebutkan bahwa pustakawan seorang
yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan
kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu
perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan.
Kemudian pengertian tersebut dibahas dalam lokakarya Pengembangan
Kurikulum dan Pelatihan Perpustakaan di Indonesia yang diselenggarakan
bersama antara PB IPI Perpustakaan Nasional RI dan The British Council di
Jakarta tanggal 9-11 Agustus 1994 yang merumuskan perlu adanya Standar Profil
Pustakawan Indonesia. Dalam rumusan itu disebutkan bahwa pustakawan adalah
seseorang yang dalam memiliki pendidikan bidang perpustakaan, dokumentasi,
dan informasi sekurang-kurangnya tingkat pendidikan profesional dan atau
berkualifikasi setingkat yang diakui oleh Ikatan Pustakawan Indonesia dan
berkarya dalam bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi sesuai
metodologi keilmuan yang diperolehnya.
Pustakawan sebagai profesi perlu memiliki sikap:
a. Komitmen untuk mengembangkan diri dalam bidang perpustakaan,
dokumentasi, dan informasi;
18
b. Komitmen untuk menggunakan hal-hal baru untuk menunjang tugas
profesi;
c. Komitmen untuk bersikap eksperimen dan inovatif.
d. Komitmen untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa
membedakan agama, ras, golongan, suku, jabatan, maupun politik
e. Komitmen untuk mematuhi kode etik pustakawan
Profesi harus berkembang terus menerus sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan dalam perkembangannya ini sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor
sosial, budaya, maupun politik. Perkembangan profesi pustakawan juga
dipengaruhi oleh indikator-indikator sebagai berikut:
a.Tingkat kebutuhan masyarakat
b.Standar keahlian
c.Selektifitas keanggotaan
d.Kemauan untuk berkembang
e.Hubungan profesi dan ilmu pengetahuan
f.Tingkat pendidikan
g.Kode etik
h.Organisasi profesi
i.Pengakuan masyarakat
j.Penghargaan material/finansial atas dasar keuntungan/benefit
Pustakawan yang ideal
Sesuatu yang idealis adalah suatu tahapan yang akan dicapai oleh seorang
profesional. Untuk itu dalam lokakarya tersebut juga dirumuskan sosok
19
pustakawan yang ideal ditinjau dari aspek profesional dan aspek kepribadian dan
perilaku.
1.Aspek Profesional
Pada dasarnya pustakawan Indonesia harus berpendidikan formal ilmu
perpustakaan. Disamping itu juga dituntut untuk:
a. Gemar membaca
b. Trampil
c. Kreatif
d. Cerdas
e. Tanggap
f. Berwawasan luas
g. Berorientasi ke depan
h. Mampu menyerap ilmu lain
i. Obyektif (berorientasi pada data)
j. Generalis di satu sisi, tetapi memerlukan disiplin ilmu tertentu di
pihak lain
k. Berwawasan lingkungan
l. Mentaati etika profesi
m. Mempunyai motivasi tinggi
n. Berkarya di bidang kepustakawanan, dan mampu melaksanakan
penelitian serta penyuluhan.
2. Aspek Kepribadian dan Perilaku
20
Dari segi ini, pustakawan Indonesia pada prinsipnya harus bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam arti sesungguhnya. Disamping itu
harus:
a. Bermoral Pancasila
b. Memiliki tanggungjawab sosial dan kesetiakawanan
c. Memiliki etos kerja yang tinggi
d. Mandiri
e. Loylitas tinggi kepada profesi
f. Luwes
g. Komunikatif dan suka melayani
h. Ramah dan simpatik
i. Terbuka terhadap kritik dan saran
j. Siaga dan tanggap terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
k. Berdisiplin tinggi
l. Menjunjung tinggi etika profesi pustakawan Indonesia
Kiranya setiap profesi memiliki fungsi dan karakteristik bidang masingmasing,
misalnya dokter bergerak di bidang kesehatan, hakim berkecimpung
dalam bidang keadilan, guru bergerak dalam bidang pendidikan, dan lainnya.
Pustakawan melakukan aktivitasnya dalam bidang perbukuan (dalam arti luas)
dan perinformasian. Oleh karena itu pustakawan memiliki fungsi strategis dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi Ilmiah. Fungsi dan tugas yang
berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan itu adalah:
21
a. Menyimpan, mengatur, dan mengawetkan kekyaan intelektual dan artistik
manusia dalam berbagai bentuk;
b. Mempermudah pemanfaatan sumber informasi dengan tetap menjaga
keselamatan dan keamanan koleksi
c. Mengkomunikasikan informasi yang dimiliki atau yang diketahui kepada
masyarakat yang memerlukannya;
d. Berfungsi sebagai elemen masyarakat ilmiah;
e. Membantu pembendukan dan pengembangan masyarakat belajar/learning
society. Pembinaan ini dapat dimulai dari pemasyarakatan masyarakat
baca/reading society lewat jalur pendidikan formal, keluarga, tempat
ibadah, maupun pusat kegiatan.
f. Mencarikan informasi yang diperlukan pemakai ke berbagai perpustakaan,
pusat informasi, pusat dokumentasi, maupun ke media internal, dan
lainnya.
22
D. Kode Etik Pustakawan
Sebagaimana diketahui bahwa etika itu merupakan salah satu cabang
filsafat yang dibatasi dengan dasar nilai moral yang menyangkut apa yang boleh
dan apa yang tidak, maupun apa yang baik dan apa yang tidak. Etika profesi IPI
diatur dalam AD & ART IPI yang mencakup kewajiban umum, kewajiban kepada
organisasi dan profesi, kewajiban sesama pustakawan , dan kewajiban pada diri
sendiri.
Kewajiban umum merupakan suatu sikap dan tindakan yang dilaksanakan
pustakawan demi kepentingan dan kemaslahatan umum. Oleh karena itu tiap
pustakawan Indonesia:
1. Menyadari sepenuhnya bahwa profesi pustakawan adalah profesi yang
terutama mengemban tugas pendidikan dan penelitian
2. Dalam menjalankan profesinya, harus menjaga martabat dan moral serta
mengutamakan pengabdian pada negara dan bangsa
3. Menghargai dan mencintai kepribadian dan kebudayaan Indonesia
4. Mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk kepentingan sesama manusia,
bangsa, dan agama
5. Menjaga kerahasiaan informasi yang bersifat pribadi yang diperoleh dari
masyarakat yang dilayani.
Adapun kewajiban kepada organisasi & profesi:
23
1. Menjadikan Ikatan Pustakawan Indonesia/IPI sebagai forum kerjasama,
tempat konsultasi dan tempat penggemblengan pribadi guna
meningkatkan ilmu pengetahuan dan profesi antar sesama pustakawan.
2. Memberikan sumbangan tenaga, pikiran dan dana kepada organisasi
untuk kepentingan pengembangan ilmu dan perpustakaan di Indonesia.
3. Menjauhkan diri dari perbuatan dan ucapan serta tingkah laku yang
merugikan organisasi dan profesi dengan cara menjunjung tinggi nama
baik Ikatan Pustakawan Indonesia.
4. Berusaha mengembangkan organisasi Ikatan Pustakawan Indonesia
dengan jalan selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan di bidang
perpustakaan dan yang berkaitan dengannya.
Adapun kewajiban sesama pustakawan adalah:
1. Berusaha memelihara hubungan persaudaraan dengan mempererat rasa
solidaritas antar pustakawan
2. Saling membantu dalam mengembangkan profesi dan melaksanakan tugas
3. Saling menasehati dengan penuh kebilaksanaan demi kebenaran dan
kepentingan pribadi, organisasi masyarakat
4. Saling menghargai pendapat dan sikap masing-masing meskipun berbeda.
Adapun kewajiban terhadap diri sendiri adalah:
1. Selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu
perpustakaan, dokumentasi, dan informasi
2. Memelihara akhlak dan kesehatannya untuk dapat hidup dengan tenteram
dan bekerja dengan baik
24
3. Selalu meningkatkan pengetahuan serta keterampilannya, baik dalam
pekerjaan maupun dalam pergaulan di masyarakat.
=====
25
III. FUNGSIONAL PUSTAKAWAN
Dalam sistem kepegawaian negeri kita terdapat jabatan struktural dan
jabatan fungsional. Jabatan merupakan suatu kedudukan yang menunjukkan
suatu tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seorang pegawai dalam
ramgka susunan suatu organisasi.
Jabatan structural adalah suatu jabatan yang secara memang ada dalam
stuktur organisasi seperti Kepala Sekolah, Kepala Biro, Kepala Bagian, dan
lainnya.
Beberapa timbangan munculnya jabatan fungsional antara lain:
1. Pekerjaan fungsional dan struktural masih campur aduk
2. Pustakawan merasa terkebiri perkembangannya
3. Pustakawan diatur oleh pejabat jabatan lain. Padahal mereka harus mandiri
dalam mengembangkan profesi
4. Pada sistem jabatan struktural seorang bawahan tidak dapat naik jabatan
dan pangkat melebihi jabatan dan pangkat tingkat atasnya
5. Pustakawan sebagai tenaga kependidikan kurang mampu memposisikan
diri dalam melaksanakan sebagai tenaga kependidikan.
Untuk memberi kesempatan pengembangan karir dan prestasi inilah maka
pustakawan memiliki kesempatan yang luas dengan criteria yang jelas dan
obyektif berupa pengumpulan angka kredit. Dengan sistem angka kredit ini akan
diperoleh kebaikan-kebaikan sebagai berikut:
1. Jati diri seorang pegawai yang menduduki jabatan fungsional semakin
jelas
26
2. Sistem penilaian prestasi kerja dapat terlaksana secara obyektif dan
terjamin
3. Jenjang kepangkatan dan jabatan terbuka dengan catatan:
a. Sesuai dengan evaluasi, tugas, tanggung jawab, wewnang, dan hak
dalam jabatan
b. Tidak terikat dengan tingkat dan jabatannya
4. Meningkatkan motivasi pustakawan untuk bekerja lebih produktif,
professional, efisien, dan disiplin.
Sebagai konsekuensi pejabat jabatan fungsional, seorang pustakawan
dituntut untuk memiliki:
1. Pendidikan, keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui
pendidikan formal maupun non formal untuk melaksanakan tugas-tugas
kepustakawanan.
2. Kemandirian dalam arti:
a. Mampu memimpin diri sendiri untuk melaksanakan tugas;
b. Tidak harus diperintah;
c. Tidak diatur oleh pejabat jabatan fungsional lain;
d. Dalam melaksanakan tugas maupun pekerjaan selalu menggunakan
ilmu pengetahuan;
3. Dinamis
4. Mampu menyelaras diri dengan perkembangan social, ilmu, politik,
kebudayaan, maupun teknologi
5. Berperilaku profesional
27
Dengan fungsionalisasi pustakawan ini diharapkan para pustakawan mampu
memposisikan diri dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangasa melalui
kegiatan kependidikan. Untuk itu, lalu disusunlah criteria jabatan fungsional
keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan (PP no. 16 Tahun 1994).
Jabatan fungsional keahlian adalah suatu tugas, bidang yang metodologi dan
teknis analisisnya berdasarkan pada disiplin ilmu pengetahuan dan berkemampuan
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki serta mendapatkan
sertifikat atas keahliannya.
Berdasarkan PP tersebut, maka lulusan S1 perpustakaan dapat diangkat
pertama kali pada pangkat Penata Muda, Golongan III/a dan Jabatan Pustakawan
Pertama. Pada tingkat keahlian ini, seorang pustakawan diberi kesempatan
berkarir sampai tingkat puncak yakni pangkat Pembina Utama, golongan IV/e,
jabatan Pustakawan Utama selama mampu mengumpulkan angka kredit yang
diperlukan.
Adapun jenjang-jenjang jabatan fungsional keahlian:
Jenjang Pangkat Jabatan Golongan
Utama Pembina Utama Madya – Pemb.
Utama
Pustakawan
Utama
IV/d – IV/e
Madya Pembina – Pemb. Utama Muda Pustakawan
Madya
IV/a – IV/c
Muda Penata – Penata TK.I Pustakawan
Muda
III/c – III/d
Pertama Penata Muda – Penata Muda TK.I Pustakawan
Pertama
III/a – III/b
Jabatan fungsional keterampilan, adalah suatu tugas, bidang yang dalam
pelaksanaannya didasarkan pada teknik/cara dan prosedur kerja yang telah
ditetapkan dengan memperoleh sertifikat dan lisensi yang menunjukkan
28
kompetensi keterampilannya. Dengan demikian, tugas maupun bidang
keterampilan itu telah ditetapkan caranya atau petunjuknya. Berdasarkan PP
tersebut, maka lulusan D3 perpustakaan dikategorikan sebagai jabatan fungsional
ketrampilan yang diberi kesempatan kenaikan jabatan sampai Asisten Pustakawan
Madya dan/atau pangkat Penata Tingkat I golongan III/d, dengan catatan bahwa
pengangkatan pertama untuk D3 pada pangkat Pengatur Muda Tk. I, golongan
II/b dengan jabatan Asisten Pustakawan Pertama.
Adapun jenjang-jenjang jabatan fungsional ketrampilan:
Jenjang Pangkat Jabatan Golongan
Penyelia Penata – penata Tk I Pustakawan
Penyelia
III/c – III/d
Pelaksana
Lanjutan
Penata muda – Penata muda TK
I
Pustakawan
Pelaksana
Lanjutan
II/d – III/b
Pelaksana Pengatur muda TK I – pengatur Pustakawan.
Pelaksana
II/b – II/c
- -
Dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan masing-masing jabatan telah diatur
porsi masing-masing sebagaimana tersebut dalam SK MENPAN No.132Tahun
2002. Disamping itu dalam prosedur kenaikan pangkat/jabatan ditentukan untuk
mengumpulkan angka kredit yang jumlahnya dibuat berjenjang, yakni:
IV/e
IV/d
IV/c
IV/b
150 AK
150 AK
150 AK
150 AK
100 AK
100 AK
50 AK
29
IV/a
III/d
III/c
III/b
III/a
Ketrampilan
III/d
III/c
III/b
III/a
II/d
II/c
II/b
Kerugian dan Keuntungan
Jabatan fungsional dimaksudkan untuk lebih mengembangkan bidang,
sedangkan jabatan structural bersifat pelaksanaan. Oleh karena itu jabatan
fungsional merupakan jabatan pilihan, artinya seorang lulusan perpustakaan bisa
50 AK
50 AK
50 AK
20 AK
20 AK
20 AK
30
saja tidak mengambil jalur fungsional justru memilih jabatan structural yang
mungkin dianggap lebih menjanjikan.
Kerugian
1. Untuk kenaikan jabatan & pangkat diperlukan angka kredit
2. Apabila dalam waktu 6 tahun( SK MENPAN No. 132/2002 – 5 tahun).
tidak mampu mengumpulkan 80% angka kredit yang disyaratkan untuk
naik pangkat setingkat lebih tinggi, maka yang bersagkutan tidak dapat
naik pangkat selama menduduki jabatan pustakawan (pasal 12)
3. Bagi yang tidak berkemampuan, kadang malah menghambat kenaikan
jabatan & pangkat
4. Harus aktif, dinamis dan bersedia mengatur serta mengurus sendiri
5. Tidak boleh rangkap jabatan
6. Harus mengikuti perkembangan IPTEK terutama bidang perpustakaan.
Keuntungan
1. Mendapat tunjangan fungsional
2. Lulusan D3 perpustakaan berkesempatan naik jabatan & pangkat sampai
golongan III/d. Lulusan S1 perpustakaan diberi kesempatan naik
pangkat/jabatan sampai IV/e
3. Perpanjangan usia pensiun sampai umur 60 tahun atau 65 tahun pada
pangkat/jabatan tertentu
4. Kenaikan jabatan & pangkat dapat lebih cepat daripada tenaga strukturan
selama mampu mengumpulkan angka kredit dalam waktu yang singkat
5. Berkesempatan untuk studi lanjut S1, S2, maupun S3
31
6. Terbuka kesempatan untuk berkarir secara luas bahkan sampai di luar
lembaga induknya. Hal ini tidak mungkin dilakukuan oleh tenaga
administrasi atau pejabat jabatan structural.
Bidang garapan Perpustakaan
Sebagai seorang professional dalam melaksanakan tugasnya tidak harus
menunggu perintah atasan, tetapi harus mempunyai inisiatif dan kreativitas
sendiri. Sebenarnya banyak bidang tugas pustakawan yang belum dikerjakan
secara professional. Padadasarnya bidang/unsure itu dapat dibagi menjadi unsure
utama dan unsure penunjang.
Sebagai ukuran penungkatan profesi maupun karir, maka setiap
pelaksanaan kegiatan tersebut dinilai/dihargai NILAI KREDIT yang dinyatakan
dengan angka yang selanjutnya disebut ANGKA KREDIT.
Adapun unsure utama itu terdiri dari kegiatan-kegiatan; pendidikan,
pengorganisasian dan pendayagunaan informasi, pemasyarakatan perpustakaan
dan pengembangan profesi.
UNSUR UTAMA
Kegiatan Keterangan Rincian Angka Kredit
I. Pendidikan Nonformal 30 – 80 jam 1
81 – 160 jam 2
161 – 480 jam 3
481 – 640 jam 6
641 – 960 jam 9
961 - 15
___________________________________________________
32
Formal SM, D2, D3 50
S1 75
S2 100
S3 150
II. Pengorg. & A. Pengemb. 1. Regist. Koleksi 0,006/10 judul
Pendayagunaan 2. Penyiangan 0,003/judul
Informasi
B. Pengol. 1. Katalogisasi 0,001/judul
Bahan 2. Klasifikasi 0,003/judul
3. Alihkan data
- Manual 0,002/cantuman
- Elektronik 0,003/cantuman
C. Penyimpangan& 1. Merawat 0,003/10 eks.
Pelestarian 2. Reproduksi 0,005/10 eks
D. Pelayanan 1. Sirkulasi 0,002/10 judul
Informasi 2. Rujukan cepat 0,033/permintaan
3. Penelusuran
literatur 0,002/topik
III. Permasyarakatan A. Penyuluhan 1. Penyuluhan 0,020/kali
B. Publisitas 1. Berita, brosur 0,045/naskah
2. Poster, gambar 0,045/naskah
C. Pameran 1. Penanggung jwb. 0,270/kali
2. Pemandu 0,090/kali
IV. Pengembangan A. Karya tulis 1. Buku 12,5/judul
2. Makalah 7/judul
3. Artikel 2/judul
B. Pedoman teknis 1. Petunjuk teknis 5/naskah
2. Petunjuk umum 3/naskah
C. Terjemahan/ 1. Buku 7 /judul
Saduran 2. Majalah 3,5/judul
D. Bimbing Pust. -- 0,020/jam
E. Kelompok pust./ 1. Ketua
Koordinator - Asist. Pust.pratama 0,750/tahun
- Asist. Pust.muda 1,250/tahun
- Asist. Pust. Madya 2,500/tahun
F. Editor publikasi/ terbitan 3/terbitan
Penyunting
G. Konsultasi - 1. Instansi 1,5/kali
2. Individu 1/ kali
Untuk kenaikan jabatan/pangkat, maka nilai angka kredit dari unsure utama ini
minimal 80% dari total angka kredit yang diperlukan.
UNSUR PENUNJANG
Adapun unsur penunjang terdiri dari kegiatan-kegiatan; mengajar,
bimbingan, seminar, organisasi profesi, lomba kepustakawanan, mendapat
penghargaan tanda jasa, kesarjanaan dan lainnya.
Rincian kegiatan dan nilai angka kredit adalah sebagai berikut:
33
UNSUR PENUNJANG
Kegiatan Keterangan Angka Kredit
A. Mengajar 1. Perguruan tinggi
2. SLTA/luar sekolah
0,300/2 jam
0,024/2 jam
B. Membimbing 1. S3,S2,S1
2. D2,D3,SM
0,250/orang
0,125/orang
C. Seminar 1. Pemasaran
2. Moderator
3. Peserta
3/kali
2/kali
1/kali
D. Organisasi Profesi 1. Pengurus
2. Anggota
1/tahun
0,750/tahun
E. Lomba
Kepustakawanan
1. Pen.jawab
2. Juri
3. Penyelenggara
0,240/lomba
0,500/lomba
0,100/lomba
F. Penghargaan/Tanda
jasa
1. Nasional/Internasional
2. Propinsi
3. Kabupaten/kodya
3/kali
2,5/kali
2/kali
G. Kesarjanaan lain 1. S1
2. D2,D3,SM
5
3
H. Redaksi 1. Sunting
2. Anggota
1
0,250
I. Tim Penilai - 0,5/tahun
Untuk kenaikan pangkat/jabatan, maka untuk unsur ini maksimal 20% dari
seluruh angka kredit yang diperlukan.
IV.PENGEMBANGAN PROFESI PUSTAKAWAN
A. Kendala
Profesi pustakawan di Indonesia relatif baru apabila dibanding dengan
profesi lain seperti kedokteran, advokat, guru, wartawan, dan lainnya. Oleh karena
itu wajar apabila dalam perjalanannya masih mencari bentuk dan menyesuaikan
diri. Dalam proses ini dihadapkan pada beberapa kendala antara lain menyangkut
pada pengakuan terhadap ilmu perpustakaan dan profesi pustakawan, rendahnya
34
kinerja pustakawan, dan kurangnya perhatian pada perpustakaan. Bahkan
organisasi IPI sebagai organisasi profesi nyaris tidak dikenal oleh mereka yang
bekerja atau studi di bidang perpustakaan. Gambaran profesi pustakawan kita
antara lain:
1. Belum diakui sepenuhnya oleh masyarakat
2. Belum mendapatkan tanggapan yang penuh dari mereka yang bekerja di
perpustakan, dokumentasi, dan informasi
3. Belum mampu menunjukkan kinerja yang profesional;
4. Perkembangannya masih tersendat-sendat;
5. Terjadi kesenjangan pada inernal pustakawan terutama antara pustakawan
yang berkedudukan sebagai PNS dan yang bukan
6. Kurang dipahaminya jiwa profesionalisme di kalangan pustakawan sendiri
B. Langkah-langkah antisipatif
Menghadapi marakya teknologi informasi dan perkembangan yang global
ini perlu ditempuh langkah-langkah antisipatif untuk lebih mengembangkan
profesi pustakawan antara lain dengan:
1. Penyesuaian diri/adabtability
2. Berpikir positif
3. Berwawasan Kewirausahaan
4. Mampu berkomunikasi ke berbagai arah, baik komunikasi lisan maupun
tertulis.
35
Daftar Pustaka
- Adnan, Mochammad. 1996. Etika Penulisan Naskah Ilmiah. Lokakarya
Peningkatan Profesionalisme Penerbitan Majalah Ilmiah di Yogyakarta
tanggal 4 Mei 1996
- Arianto, Kartini S.S. Penggalangan Keanggotaan Organisasi IPI. Media
Pustakawan, VIII (3 & 4) Desember 2001: 9-10
- Buckland, Michael. 1992. Redesigning Library Service. New York: American
Library Association.
- Lako, Andreas. 1997. Tantangan dan Prospek Profesi Pustakawan di Era
Transformasi Teknologi Informasi Abad 21. Semarang: Universitas Katolik
Soegijopranoto & Perpustakaan Daerah Jawa Tengah.
- Lasa Hs. 2001. Leksikon Kepustakawanan Indonesia
- ---------------.Menulis Sebagai Kegiatan Profesional. Buletin IPI DIY, IX (4) Juli
1997
- Maryati. Persepsi Kepustakawanan Indonesia Dalam Menghadapi Era Informasi.
Media Pustakawan, VIII (2) Juni 2001
- Perpustakaan Nasional RI. Surat Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI
Nomor 72 Tahun 1999 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional
Pustakawan dan Angka Kreditnya. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI
- Retno P., Lies S.W. Penelitian Kepedulian Anggota Terhadp IPI Sebagai
organisasi Profesi. Media Pustakawan, VIII (1) Maret 2001
=====
7

No comments: